Saumlaki, mediatifatanimbar.id – Kedatangan Pastor Geehardus Jozef Antonius Egging, MSC, seorang misionaris berusia 80 tahun asal Belanda ke Tanimbar, bumi Duan-Lolat sebagai momen nostalgia sekaligus napak tilas perjalanan panjangnya melayani umat di pelosok Maluku dan Papua.
Pastor yang akrab disapa Pastor Egging, singgah sebentar di Tanimbar sebelum melanjutkan perjalanan ke Dobo untuk menghadiri pemberkatan gereja dan pentahbisan imam.
Melayani di Tengah Keterbatasan Infrastruktur
Dalam perbincangannya, Pastor Egging mengenang masa tugas pertamanya di Tanimbar (1972-1978), saat akses transportasi masih sangat terbatas.
“Dulu belum ada jalan aspal. Kami berjalan menyusuri pantai saat air surut atau menggunakan perahu kecil jika air pasang, perjalanan terhambat,” tuturnya.
Saat bertugas di Tanimbar, Pastor Egging pernah melayani di berbagai desa terpencil seperti Lauran, Ilngei, Wowonda, Tumbur, Lorulun, Atubal Da, Atubul Dol, Amdasa, Sangliat Dol dan Sangliat Krawain.
Untuk menjangkau wilayah-wilayah tersebut, Pastor Egging mengandalkan bantuan warga dan motor misi bernama Lelemuku.
“Dulu, dari Saumlaki ke Bomaki harus naik bodi (perahu kecil),” kenangnya.
Kenangan Manis bersama Warga Lokal
Meski telah puluhan tahun meninggalkan Tanimbar, Pastor Egging masih mengingat nama-nama warga yang membantunya, seperti Martin Luangkali dan Melkior Sairaman dari Wowonda yang menjadi koki saat itu.
“Mereka setia membantu saya baik di Lauran maupun saat perjalanan ke desa-desa,” ujarnya.
Ia juga bercerita tentang rekan-rekan misionaris Belanda seperti Pastor Somer dan Pastor Van Der Linden, serta orang-orang awam Belanda yang turut membangun sektor pertanian di Tanimbar.
Pesan untuk Generasi Muda Tanimbar
Sebagai pastor senior, Pastor Egging berpesan agar masyarakat Tanimbar tetap mempertahankan tradisi dan budaya lokal di tengah arus modernisasi.
“Banyak orang luar akan datang, tahanlah tradisi kalian. Jangan terpengaruh hal-hal yang salah,” tegasnya.
Perjalanan Kembali ke Masa Lalu
Kedatangan Pastor Egging kali ini bukan yang pertama sejak ia meninggalkan Tanimbar.
Sepuluh tahun lalu, ia pernah kembali untuk memperingati 100 Tahun Misi di Tanimbar.
Kini, di usianya yang ke-80, ia mengaku kesempatan ini mungkin kunjungan terakhirnya sebelum kembali ke Belanda setelah tugas di Dobo.
“Saya bersyukur bisa kembali, melihat perkembangan Tanimbar. Dulu semuanya masih sangat sederhana, tapi justru di situlah letak keindahan pelayanan,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Akhir Perjalanan, Warisan yang Abadi
Sebelum berpisah, Pastor Egging menyampaikan harapannya agar semangat persaudaraan dan iman yang dulu dibangun bersama warga Tanimbar tetap hidup.
“Saya mungkin sudah tua, tetapi kenangan dan doa saya untuk Tanimbar tak akan pernah pudar,” ungkapnya yakin.
Kini, perjalanan Pastor Egging melanjutkan misinya ke Dobo, menorehkan lagi kisah inspiratif tentang dedikasi seorang misionaris yang mengabdi di ujung timur Indonesia. (TT 10)