Berita Kabupaten Kepulauan Tanimbar
Saumlaki, mediatifatanimbar.id- Menjelang bergulirnya Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar tahun 2024, Mathias Alubwaman selaku Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) Kabupaten Kepulauan Tanimbar angkat bicara dan menyoroti soal POLITIK UANG (money politik) dalam sesi wawancara bersama media ini bertempat di ruang kerjanya di kantor Sekretariat Bawaslu Kepulauan Tanimbar, Senin, 24/9/2024, pukul 12.00 WIT.
Menurut Alubawaman, arti politik uang tidak dibatasi hanya pada pemberian uang semata.
“Politik Uang dimaknai sebagai suatu perbuatan menjanjikan atau memberikan sesuatu kepada masyarakat dalam bentuk uang atau barang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih memilih paslon tertentu dan/atau untuk tidak memilih paslon yang lain, baik yang dilakukan oleh paslon sendiri ataupun oleh tim pemenangnya.” Jelas Alubwaman.
Jelas bahwa politik uang memiliki pengertian yang cukup luas berdasarkan penjelasan orang nomor 1 (satu) Bawaslu Kepulauan Tanimbar tersebut.
“Bukan hanya uang. Barang, misalnya jaring, beras, semen, dan apapun adalah unsur materi politik uang. Bahkan termasuk isi saldo pulsa atau saldo tabungan semuanya masuk unsur politik uang. Itu yang saya sebut selain uang dan barang, isi saldo pulsa, saldo tabungan, deposit togel, bisa masuk unsur lainnya sebagai politik uang.” Jelas Mathias.
Lebih lanjut, menurutnya politik uang tidak selalu dalam rangkah memilih paslon tertentu, namun dalam konteks sebaliknya.
“Bisa saja uang dikasi tidak dalam rangka memilih paslon tertentu, tetapi dengan anjuran agar jangan memilih paslon yang lain yang adalah lawan politik.” Lanjutnya.
Ketika ditanya soal bagaimana membedakan uang dalam rangka biaya politik dan uang dalam rangka politik uang, menurut dirinya cukup jelas pada alat bantu.
“Cukup tipis untuk membedakan dan membuktikan money politik (politik uang) dan biaya politik. Salah satu alat bantu adalah bawaslu akan meminta data/daftar nama tim pemenang/kampanye setiap paslon. Dengan begitu, jika pembiayaan politik bukan untuk pihak/tim pemenang, maka bisa menjadi indikasi awal penelusuran politik uang.” Cetus Mathias.
Uang, barang atau materi lainnya yang diberikan kepada tim pemenang, tentu akan dianggap sebagai biaya politik.
Uang, barang atau materi lainnya yang dijanjikan atau diberikan dari paslon atau tim pemenang dan diterima oleh masyarakat, tentu akan dianggap sebagai unsur politik uang.
Dirinya tegas mengingatkan masyarakat agar tidak main-main dengan politik uang karena aturan pidana pemilu lebih banyak berkaitan dengan masa kampanye, masa tenang dan pungut hitung.
Bahkan pungut hitung dan masa tenang, subjek hukumnya semua orang. Pada masa itu, jika masyarakat kedapatan memberikan uang ke masyarakat, maka bisa kena. Dan sanksi terhadap pidana pemilu cukup berat.
“Jika kedapatan dan terbukti, dikenakan sanksi pidana minimal 36 bulan beserta denda. Tidak akan ada yang dihukum dibawa 3 tahun, dan tidak dilihat berdasarkan nilai materi yang diterima. Terima hanya Rp. 50.000 pun dan terbukti, hukum tetap berat.” Tegas Mathias.
Dirinya berharap agar semua pihak, termasuk masyarakat menjadi bagian dalam tugas pengawasan pemilu.
“Jangan ada lagi ungkapan terima saja uangnya, jangan coblos orangnya. Atau tolak orangnya, terima uangnya. Hal tersebut jangan menjadi habitus/kebiasaan masyarakat pada setiap kali moment pemilu dan pilkada. Dalam ketentuan pidana pemilu dan pilkada, baik pemberi maupun penerima, sama-sama kena sanksi pidana. Sebaiknya tolak dan lapor.” Himbau Mathias.
Agar pengawasan terhadap pelanggaran pemilu berjalan efektif, dirinya menjelaskan bahwa jajaran pengawasan pemilu sudah terbentuk
“Ada PKD di tingkat desa, panwas kecamatan di 10 kecamatan dan bisa juga langsung datang ke kantor bawaslu.
Jika ada masyarakat yang mendapatkan indikasi politik uang, datang dan sekedar berikan informasi pun bisa dengan satu atau dua data awal. Setidaknya infomasi awal tentang pelaku (pemberi dan penerima) dan tempat kejadian. Akan kami jadikan pegangan untuk lakukan penelusuran.” Ujarnya.
Terkait fungsi pengawasan, telah terbentuk juga GAKUMDU (Sentra Penegakan Hukum Terpadu) yang tugasnya adalah melakukan penindakan terhadap tindak pidana pemilihan. Terdiri dari unsur Bawaslu, penyidik kepolisian dan penuntut dari kejaksaan. Semua laporan dan temuan yang berkaitan dengan pidana pemilihan akan berproses dengan GAKKUMDU.
“Untuk batas waktu laporan dibatasi maksimal 7 hari sejak kejadian terjadi atau diketahui. Selanjutkan akan dilakukan proses penanganan dimulai dari bawaslu, jika kemudian memenuhi syarat maka diteruskan ke Gakumdu dengan batas waktu tertentu sampai pelimpahan berkas ke penuntut untuk disidangkan.
Kalaupun suatu kejadian baru diketahui belakangan (terlambat) masih tetap dapat dilaporkan. Akan dipakai untuk dilakukan penelusuran/investigasi. Dan jika benar terjadi, maka tetap dapat diproses sebagai temuan.” Tutup Mathias
(TT – 06)