Perda Sopi Dinilai Copas, DPRD Maluku Soroti Minimnya Pengakuan Nilai Adat Tanimbar

May 22, 2025
IMG-20250522-WA0030

Saumlaki, mediatifatanimbar.id – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Maluku, Andreas Werembinan Taborat, menyoroti keras substansi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur minuman beralkohol tradisional di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Ia menduga kuat bahwa perda tersebut merupakan hasil copy paste dari Pergub NTT Nomor 44 Tahun 2019, dengan judul, bab, hingga tanda baca yang nyaris serupa.

Menurut Andreas, perda ini tidak mencerminkan ciri khas Tanimbar, khususnya mengenai sopi sebagai minuman tradisional berbahan dasar sari bunga pohon kelapa dan koli.

“Sangat disayangkan, tidak ada sedikit pun pengakuan terhadap sopi sebagai instrumen adat istiadat masyarakat Tanimbar,” ungkapnya saat diwawancarai, Kamis (22/5/2025).

Ia menjelaskan bahwa dalam analisis yang dibuat bersama seorang praktisi hukum, Yunus Wermasubun, perda tersebut terlalu fokus pada aspek tata niaga. Padahal, sopi di Tanimbar tidak hanya berfungsi sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga memiliki nilai filosofis dan sosial yang tinggi dalam ritual adat istiadat, yang telah diwariskan secara turun-temurun dari leluhur.

Dalam Pasal 5 ayat (5) perda tersebut, dinyatakan bahwa hasil produksi minuman beralkohol tradisional tidak dapat dijual langsung kepada konsumen. Dengan begitu, sejak diundangkan pada 7 Mei 2025, para penipar (pembuat sopi – red) tidak lagi diperbolehkan menjual hasil produksi mereka, termasuk untuk kebutuhan adat.

“Perlu adanya pengecualian secara eksplisit dalam pasal tersebut. Misalnya, ayat tambahan yang menyebutkan bahwa larangan tersebut tidak berlaku untuk kebutuhan ritual adat istiadat,” tegas Andreas.

Ia menambahkan, istilah-istilah khas seperti sopi, sageru, dan tifar seharusnya dijelaskan dalam Bab I mengenai ketentuan umum. Sopi yang dihasilkan dari kelapa dan koli di Tanimbar berbeda dengan sopi dari daerah lain seperti MBD, Ambon, atau NTT yang menggunakan bahan berbeda.

“Regulasi bukanlah kitab suci. Ia harus terbuka untuk dikritisi dan direvisi demi kesempurnaan,” ujarnya.

Andreas yang juga sebagai Ketua DPC PDIP Kabupaten Kepulauan Tanimbar ini menyatakan, sopi seharusnya diklasifikasikan dalam dua kategori.

Pertama, sopi yang dikomersialkan. Jenis ini perlu dimurnikan dan diproses secara higienis untuk memenuhi standar produksi dan distribusi.

Kedua, sopi yang digunakan untuk keperluan adat, yang tidak boleh dimurnikan karena menyangkut nilai-nilai tradisi dan warisan leluhur yang sakral.

“Contohnya, obor Pattimura. Kenapa harus diambil dari Gunung Saniri? Karena maknanya terletak pada keaslian api itu sendiri, berasal dari tempat yang memiliki nilai historis dan spiritual. Sama seperti obor Olimpiade yang harus dinyalakan di Gunung Olympus, karena api itu bukan sekedar simbol, tapi warisan dari tempat asalnya. Begitu juga sopi dalam konteks adat; ia bukan hanya minuman, tapi simbol warisan budaya yang harus dijaga keasliannya,” urainya.

Sejak dahulu kala, menurut dia, sopi dibuat dan digunakan khusus untuk keperluan adat, bukan untuk pesta pora atau konsumsi sembarangan. Nilai ini yang seharusnya tercermin secara jelas dalam Perda.

“Perda Sopi yang ada saat ini terasa terlalu kering dalam hal pengakuan terhadap sopi sebagai bagian dari identitas budaya dan instrumen adat istiadat masyarakat Tanimbar. Perda ini lebih banyak mengatur aspek perdagangan dan tata niaga, namun mengabaikan dimensi kultural dan spiritual yang melekat pada sopi dalam tradisi leluhur,” katanya lagi.

Menurutnya, meskipun perda ini telah diundangkan, masih ada ruang untuk melakukan revisi agar muatannya benar-benar merepresentasikan kekhasan budaya dan adat istiadat masyarakat Tanimbar.

Andreas mengakui dan menghargai kerja keras legislatif dan eksekutif Tanimbar dalam menyusun perda tersebut, namun menekankan pentingnya memperbaiki kekosongan nilai-nilai lokal yang selama ini diwariskan oleh leluhur.

“Kalau benar kita berbudaya, maka kita harus mengakui bahwa sopi bukan sekedar minuman beralkohol, tetapi warisan leluhur yang dimuliakan dalam setiap ritus adat,” tutupnya.

(TT-01)

RELATED POSTS

error: Content is protected !! Call : PT. MediaTifa Tanimbar
Hubungi Kami ?