PERDA SOPI : “Jalan Tengah antara Budaya dan Kepastian Hukum”

Opini

Oleh: Junus Wermasubun, SH., MH (Advokat & Konsultan Hukum)

Saya menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar atas inisiatif progresifnya dalam melahirkan Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2025 tentang Pemurnian dan Tata Kelola Minuman Tradisional Beralkohol Khas Kepulauan Tanimbar, dan juga kepada Pemerintah Daerah yang telah mengesahkannya.

Perda ini adalah jawaban atas harapan panjang masyarakat Tanimbar. Minuman tradisional beralkohol, terutama SOPI, selama ini bukan sekedar komoditas. Ia hidup dalam nadi budaya, menjadi bagian sakral dalam upacara adat, dan sekaligus menjadi sumber penghidupan banyak keluarga. Namun, ironisnya, jerih payah mereka kerap berakhir pada penyitaan dan pemusnahan oleh aparat penegak hukum. Banyak tangis lahir dari situasi ini.

Kini, melalui Perda ini, ada secercah harapan. Legalitas bukan sekedar pemberian izin, tetapi pengakuan akan kearifan lokal yang selama ini terpinggirkan. Namun demikian, sebagai seorang pemerhati hukum, saya merasa perlu menyampaikan sejumlah catatan kritis yang semoga menjadi sumbangsih konstruktif demi perbaikan.

1. Menakar Asas Kepastian Hukum

Pasal 13 ayat (2) mengatur bahwa masyarakat dapat melaporkan penyulingan yang melebihi 25 liter/hari atau 1000 liter/hari oleh produsen. Namun anehnya, tidak ada satu pun pasal dalam Bab Produksi yang secara eksplisit menyebut bahwa penyulingan di atas batas tersebut adalah pelanggaran. Maka, bagaimana masyarakat dapat menjalankan fungsi pengendalian jika dasar hukumnya kabur?

Ketiadaan ini menimbulkan keraguan dan tentu bertentangan dengan asas kepastian hukum. Perlu ada revisi atau tambahan pasal yang dengan tegas menetapkan batas maksimal produksi untuk menghindari multitafsir.

2. Umum, Kabur, dan Tak Spesifik

Perda ini menggunakan istilah Minuman Tradisional Beralkohol yang terlalu umum. Padahal, kita tahu bahwa di Tanimbar terdapat dua jenis utama: SOPI dan SAGERU. Namun dalam Perda ini, tidak ada kejelasan apakah yang dimaksud adalah keduanya atau salah satunya. Akibatnya, ada potensi penyalahgunaan: produsen dapat mengklaim jenis minuman beralkohol lain sebagai “tradisional” selama bahan bakunya memenuhi kriteria dalam Perda, padahal bukan bagian dari warisan leluhur.

Perda juga tidak tegas menetapkan bahan baku lokal khas Tanimbar: bunga kelapa dan bunga koli. Padahal dua bahan ini adalah identitas SOPI Tanimbar. Ketidakjelasan ini membuka ruang pencampuran bahan dari luar yang justru menggerus keaslian budaya kita.

3. Mengapa Bukan ‘PERDA SOPI’?

Karena sesungguhnya yang paling memiliki nilai ekonomi, budaya, dan ritual adalah SOPI. Maka, untuk menjamin kejelasan dan kekhasan, alangkah lebih tepat jika Perda ini dinamai langsung sebagai “Perda SOPI”. Ini bukan sekedar soal istilah, tapi menyangkut identitas dan arah kebijakan. Jika tetap bersifat umum, kita berisiko melahirkan regulasi tanpa taji.

4. Menjaga Identitas: PENIPAR dan Warisan Leluhur

Saya mengapresiasi pasal 5 ayat (1) yang menyebut “penipar tradisional”. Ini adalah bentuk afirmasi terhadap pelaku lokal. Namun, pengakuan ini harus diperkuat dengan perlindungan terhadap bahan baku lokal dan proses tradisional. Jangan sampai penipar tradisional kita kalah saing oleh produsen bermodal besar yang menggunakan teknologi dan bahan baku non-lokal.

5. Ancaman terhadap Kelangsungan Adat

Ketentuan bahwa semua SOPI yang dipakai dalam upacara adat harus dimurnikan, secara tidak langsung mensyaratkan keberadaan industri pemurnian. Tetapi, apakah infrastruktur itu sudah tersedia? Belum. Maka, aturan ini menjadi beban baru. Adat istiadat, yang harusnya hidup secara dinamis, kini terancam tersandera karena ketergantungan pada sesuatu yang belum ada. Ini jelas tidak adil bagi masyarakat adat yang sehari-hari hidup dengan budaya itu.

6. Jangan Sekedar Salin-Tempel dari NTT

Jika ditelaah, Perda ini nyaris identik dengan Perda Provinsi NTT No. 44 Tahun 2019. Padahal, kearifan lokal, struktur sosial, dan nilai filosofis masyarakat Tanimbar berbeda. Penyesuaian kontekstual adalah keharusan. Jangan sampai semangat pengakuan lokal justru tereduksi oleh naskah regulasi yang tidak membumi.

Penutup

Perda ini adalah langkah besar. Tapi langkah besar pun harus hati-hati agar tidak tersandung oleh kelalaian dalam perumusan. Sebuah Perda harus mampu menjembatani budaya, ekonomi, dan hukum. Namun bila tak diatur dengan cermat, ia bisa jadi jebakan hukum baru yang menyulitkan rakyat sendiri.

Saya berharap, DPRD dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar berkenan meninjau ulang beberapa pasal dengan pendekatan yang lebih sosiologis, filosofis, dan hukum progresif berbasis adat.

Karena pada akhirnya, SOPI bukan hanya minuman. Ia adalah identitas. Maka, lindungi dia dengan hukum yang adil dan berpihak pada rakyat.

Kidabela..

mediatif

Recent Posts

Terkait Larangan Pembangunan Kapel, Ini Pernyataan Wakapolres Tanimbar

Saumlaki, mediatifatanimbar.id — Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Kepulauan Tanimbar Kompol Emus Minanlarat, SH menyatakan…

4 hours ago

Pimpinan DPRD Tanimbar Dukung dan Janji Tindaklanjuti Tuntutan Umat Sifnane

Saumlaki, Mediatifatanimbar.id — Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku menyatakan dukungan…

13 hours ago

Umat Sifnane Desak Nonaktifkan Wakil Ketua DPRD Tanimbar Reza Fordatkosu

Saumlaki, Mediatifatanimbar.id — Sejumlah warga yang mewakili umat Kuasi Paroki Tritunggal Maha Kudus Sifnane, Kecamatan…

13 hours ago

PKS siap Proses Reza Fordatkosu Sesuai Aturan Partai

Saumlaki, Mediatifatanimbar.id - Dewan Pengurus Daerah Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Kabupaten Kepulauan Tanimbar siap…

17 hours ago

Wabup Dampingi Ketua TPPKK Maluku Buka Lomba Desa di Arui Das

Arui Das, Mediatifatanimbar.id – Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dr. Juliana C. Ratuanak, menghadiri langsung…

2 days ago

Tanimbar Siap Ekspor Ikan, Potensi Laut WPPNRI 718 Mulai Digenjot

Saumlaki, Mediatifatanimbar.id -Pengresmian Cold Storage PT. Indo Ocean Fisheries, Kamis (2/10/2025) di Pelabuhan Ukurlaran tidak…

3 days ago