Larat, Mediatifatanimbar.id – Sepanjang tahun 2025, tercatat tiga kasus dugaan persetubuhan terhadap anak di bawah umur terjadi di wilayah Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Hal ini disampaikan oleh Kapolsek Tanimbar Utara, IPTU Everardus Fasse, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Kamis (25/9/2025).
Kapolsek Fasse menjelaskan, sejak dirinya mulai bertugas pada Agustus 2025, sudah ada satu laporan baru terkait kasus serupa, sementara dua kasus sebelumnya terjadi masing-masing pada bulan Maret dan Juni 2025.
“Untuk laporan polisi (LP) bulan Maret 2025 dengan nomor LP 05 dan LP 14 bulan Agustus masih dalam proses penyelidikan. Sementara LP 06 bulan Juni sudah masuk pada tahap penyidikan,” jelasnya.
IPTU Fasse menyebutkan bahwa modus operandi dari ketiga kasus ini berawal dari hubungan pacaran, di mana pelaku membujuk korban dengan janji-janji akan dinikahi. Namun, lanjutnya, motif tersebut hanya digunakan sebagai rayuan untuk melakukan tindakan persetubuhan.
“Hasil penyelidikan sementara, pelaku menggunakan bujuk rayu dengan janji menikahi korban. Padahal, itu hanya akal-akalan semata yang akhirnya membawa masalah hukum serius,” tegasnya.
Terkait adanya kemungkinan penyelesaian kasus secara adat oleh pihak keluarga korban dan pelaku, IPTU Fasse menegaskan bahwa proses hukum tetap harus berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Silakan saja jika keluarga ingin menyelesaikan secara adat. Kita menghargai tradisi adat istiadat di daerah ini, namun, itu tidak menghapus proses hukum. Untuk kasus kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak, kami tidak ada toleransi. Harus diproses demi memberi efek jera dan perlindungan terhadap anak-anak kita,” tegas Kapolsek.
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana mengubah UU No. 23 Tahun 2002, setiap orang yang melakukan persetubuhan terhadap anak di bawah umur dapat dikenai pidana berat. Hal ini juga sejalan dengan Pasal 81 UU Perlindungan Anak, yang menyebut bahwa: “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).”
Sebagai langkah preventif, Kapolsek Tanut bersama jajaran telah melaksanakan program sosialisasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di berbagai lembaga keagamaan dan pendidikan.
“Kami sudah mulai menyampaikan sosialisasi lewat mimbar gereja dan ke sekolah-sekolah. Kegiatan ini akan terus berjalan dan menyasar seluruh elemen masyarakat agar kekerasan terhadap anak dan perempuan tidak lagi terjadi di wilayah ini,” tutup IPTU Fasse.
Pihak kepolisian mengimbau kepada masyarakat agar lebih waspada, dan mendidik anak-anak dengan pemahaman hukum serta batasan dalam berinteraksi, terutama dalam hal hubungan antar lawan jenis.
Keterlibatan keluarga, sekolah, dan komunitas sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak.
(TT-04)