Opini Oleh: Aston Malindar, SH
Fiat justitia ruat caelum, Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh sekalipun (Lucius Calpurnius Piso Caesoninus – 43 SM). Ungkapan ini menegaskan bahwa dalam kondisi segawat apapun hukum harus tetap berdiri tegak tak tergoyahkan.
Sesuai dengan kostitusi UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa, negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu hukum harus ditegakan. Namun sepanjang negara ini berdiri persoalan hukum di Indonesia mengalami dinamika yang setiap hari tidak pernah sepi dari pemberitaan baik di media massa ataupun di media online.
Semua peristiwa hukum dan praktik hukum menjadi ujung pangkal berbagai persoalan yang terjadi di dunia kita. “Kita sudah merdeka 78 tahun pas di Bulan Agustus 2023 ini dan sudah jelas konstitusi kita adalah negara hukum. Artinya hukum menjadi panglima, idealnya. Tapi penegakan hukum sampai sekarang masih mengalami kendala tajam ke bawah dan tumpul ketas.
Pada bulan Februari 2023 lalu Aparat Penegak Hukum menetapkan 6 tersangka kasus dugaan SPPD fiktif tahun 2020 pada BPKAD Kepulauan Tanimbar. Penetapan tersangka ini semoga murni merupakan penegakan hukum dan keadilan untuk memerangi korupsi di Bumi Duan Lolat ini dan semoga bukan merupakan tindaklanjut dari rekayasa oknum pengusaha yang mempunyai niat membalas dendam terhadap Pemerintahan dahulu sehingga tega mengorbankan orang-orang yang tidak bersalah untuk menjadi tumbal bagi penguasa.
Mengingat berdasarkan data yang beredar beberapa waktu lalu, di tahun 2020 ternyata semua OPD pada lingkup Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar melaksanakan perjalanan dinas sesuai dengan rekapan SPJ perjalanan dinas luar dan dalam daerah pada Bidang Akuntansi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah Kabupaten Kepualan Tanimbar, ini menggambarkan ternyata bukan saja BPKAD yang melakukan SPPD fiktif tetapi semua OPD juga melakukan hal yang sama karena saat itu terjadi pandemi Covid-19, kenapa hanya BPKAD yang diperiksa?
Kenapa???
Terhadap permasalahn ini, mengutip pernyataan salah satu Aktivis Pemuda Katolik Bung Anders mengatakan pada salah satu media online bahwa kejaksaan terlalu tergesa-gesa untuk menetapkan 6 tersangka, padahal saat itu belum cukup bukti. Kenapa demikian?
Karena kasus SPPD fiktif BPKAD baru diproses belakangan dan mereka langsung ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan SPPD Fiktif Bagian Umum, Bagian Humas dan Setda yang terlebih dahulu diproses bersamaan belum ditetapkan tersangkanya.
Pertanyaan besarnya kenapa proses SPPD fiktif Bagian Umum dan BPKAD dipercepat sedangkan Bagian Humas dan Setda Kepulauan Tanimbar seolah-olah diulur-ulur, ada apa? Jangan sampai ada yang mendrive masalah ini.
Sebagai warga masyarakat kita patut memberi apresiasi kepada APH yang telah berusaha menjunjung tinggi keadilan di negeri ini, dan dari pepatah latin di atas, maka Kejaksaan Negeri Kepulauan Tanimbar sesuai tugas pokok dan fungsinya telah berusaha semaksimal mungkin untuk memerangi korupsi di bumi duan lolat ini.
Beberapa hari lalu, media online Malukuexpose telah merilis berita penyitaan aset dari para tersangka, SPPD fiktif BPKAD. Bagi saya, penyitaan aset tersebut telah tepat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yaitu Pasal 1 angka 16 KUHAP menjelaskan, penyitaan adalah serangkaian Tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepetingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Dari rujukan normatif tersebut di atas, maka secara umum dapat kita artikan bahwa tujuan APH melakukan penyitaan adalah untuk membuktikan telah benar terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang harus bertanggungjawab atas perbuatan tersebut.
Ada lelucon di sini dan naif (kekanak-kanakan/tidak masuk akal).
Kenapa demikian, penyitaan aset milik 5 tersangka dari 6 tersangka sangat berbeda nilai materiilnya, ada tersangka yang mempunyai nilai aset yang sangat fantastis beberapa sertifikat tanah, mobil, usaha air galon dan lain-lain, tapi ada tersangka lainnya yang penyitaan asetnya sangat sedikit nilainya. Contoh kecil, seorang petani atau seorang nelayan bisa saja membeli sebuah motor, kok seorang pejabat Pemerintah yang mendapat gaji dan tunjangan apakah tidak mampu membeli sebuah motor? Ataukah seorang pedagang di pasar dan orang yang tidak punya kerjaan dan hanya menjual mulutnya di warung kopi pun bisa membeli sebuah kursi sofa, masa seorang ASN tidak mampu membeli kursi sofa?
Ini sangat tidak masuk akal, karena terjadi perbedaan nilai aset yang disita sangat jauh, maka kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa siapa yang makan banyak (mendapat uang) dan siapa yang jadi korban/tumbal. Bahkan dari 6 tersangka hanya 5 yang asetnya disita, ini berarti bahwa ada seorang tersangka yang memang tidak terbukti memiliki aset untuk disita karena memang tidak terbukti melakukan korupsi.
Terhadap perbedaan nilai aset yang sangat jauh ini, sambung narasumber, APH harus jeli melihat permasalahn ini, dan segera menetapkan tersangka mana yang harus diproses lanjut dan tersangka yang mana yang harus segera dihentikan prosesnya dan segera dikeluarkan SP3 karena tidak cukup bukti.
Saya sangat heran masa seorang ASN tidak mampu membeli sebuah sepeda motor dan sebuah kursi sofa, ini sangat tidak masuk akal dan hanya mencai-cari kesalahan.
Karma
Sebagai sebuah perbandingan, saya menambahkan bahwa masih segar diingatan kita terkait kasus Ahok yang disolimi dan dijatuhi hukuman akibat dari dugaan pencemaran agama, sebagai seorang yang beragama, Ahok menerima putusan pengadilan tersebut, dan bersumpah akan membuat malu mereka yang telah memfitnahnya, dan sekarang kita tau, apa yang terjadi setelah itu, satu persatu orang-orang yang memfitnah Ahok kena karma, ada yang mati dan ada yang masuk penjara.
Tanah Tanimbar terlalu panas, maka berhati-hatilah kepada mereka yang karena kemasukan angin lalu mengorbankan orang lain, cepat atau lambat karma itu akan datang kepada siapa saja yang telah dengan perbuatan curang telah membunuh karakter anak-anak Tanimbar, kita makan dan minum diatas tanah Tanimbar, apakah sumpah anak Tanimbar akan sama dengan sumpah Ahok?
Kata Prof. JE. Sahetapy, walaupun kebohongan itu lari secepat kilat, tapi satu waktu kebenaran itu akan mengalahkannya.
Jadi kita tunggu saja, bila kita umur panjang, maka kita akan menyaksikan karma yang dialami oleh mereka yang dengan sengaja membunuh karier dan karakter anak-anak tanimbar, karma itu akan jatuh ke mereka sendiri, atau kepada isteri dan anak mereka, karena mereka mencari makan di tanah tanimbar.
Editor : J.Y