Maraknya aksi debt collector di Kepulauan Tanimbar yang bertindak layaknya preman menjadi ancaman serius bagi rasa aman masyarakat. Tidak sedikit laporan warga tentang intimidasi, tindakan inprosedural, hingga perampasan kendaraan yang dilakukan secara brutal. Bahkan, tindakan mereka kerap kali melibatkan kekerasan psikologis, seperti memaksa anak di bawah umur turun dari kendaraan, tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Ironisnya, fenomena ini terus terjadi tanpa tindakan tegas dari pihak kepolisian. Aparat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru terkesan lamban, hanya bertindak setelah adanya laporan warga yang kesal. Sikap pasif ini memicu ketidakpercayaan publik terhadap penegakan hukum di wilayah Tanimbar.
Undang-Undang dengan tegas mengatur bahwa penarikan kendaraan harus berdasarkan prosedur yang sah, termasuk adanya sertifikat fidusia dan pelibatan pengadilan jika diperlukan. Tanpa itu, tindakan debt collector masuk dalam kategori ilegal, yang seharusnya bisa langsung ditindak oleh aparat. Lalu, mengapa ketegasan ini absen di lapangan?
Secara hukum di Indonesia, debt collector tidak dapat sembarangan menarik mobil kredit macet. Proses penarikan kendaraan harus mengikuti aturan yang berlaku, yakni: harus berdasarkan perjanjian. Dalam hal ini, debt collector hanya bisa menarik kendaraan jika terdapat klausul dalam perjanjian kredit yang mengatur bahwa kreditur berhak melakukan penarikan unit apabila debitur wanprestasi (gagal bayar).
Kemudian, pihak debt colector harus memiliki sertifikat fidusia. Penarikan kendaraan hanya sah jika kreditur memiliki sertifikat fidusia yang telah didaftarkan di kantor fidusia. Hal ini berdasarkan Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang menyatakan bahwa kreditur wajib mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan terlebih dahulu.
Polisi tidak hanya bertugas menunggu laporan, tetapi juga wajib melakukan pengawasan dan penindakan terhadap aksi premanisme yang meresahkan. Apabila sikap pasif ini terus berlanjut, kepercayaan publik terhadap aparat akan semakin memudar, sementara aksi sewenang-wenang debt collector kian menjadi-jadi.
Sebagai bentuk kontrol media, redaksi Tifa Tanimbar, mendesak Kapolres Kepulauan Tanimbar untuk segera mengambil langkah tegas terhadap komplotan debt collector yang melanggar hukum. Penertiban harus dilakukan secara menyeluruh, dengan menindak oknum yang terlibat dan memastikan prosedur hukum ditegakkan.
Lebih jauh, pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar bersama aparat penegak hukum perlu memperkuat edukasi masyarakat terkait hak-hak mereka sebagai debitur. Langkah ini penting untuk mencegah aksi intimidasi dan melindungi warga dari tindakan ilegal.
Saatnya Kepolisian menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat. Ketegasan hukum adalah kunci untuk mengembalikan rasa aman di Tanimbar, sekaligus menegaskan bahwa premanisme dalam bentuk apa pun tidak akan pernah mendapat tempat di negeri ini.
Salam,
Redaksi Tifa Tanimbar
06 Januari 2025
Saumlaki, Mediatifatanimbar.id - Aksi demonstrasi warga desa Sifnana Kecamatan Tanimbar Selatan Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang…
Saumlaki, mediatifatanimbar.id — Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Kepulauan Tanimbar Kompol Emus Minanlarat, SH menyatakan…
Saumlaki, Mediatifatanimbar.id — Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku menyatakan dukungan…
Saumlaki, Mediatifatanimbar.id — Sejumlah warga yang mewakili umat Kuasi Paroki Tritunggal Maha Kudus Sifnane, Kecamatan…
Saumlaki, Mediatifatanimbar.id - Dewan Pengurus Daerah Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Kabupaten Kepulauan Tanimbar siap…
Arui Das, Mediatifatanimbar.id – Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dr. Juliana C. Ratuanak, menghadiri langsung…