Tegas, DPRD Maluku Desak Stop Penangkapan Ilegal Telur Ikan di Tanimbar

May 23, 2025
IMG-20250523-WA0096

Ambon, mediatifatanimbar.id – Anggota Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Andreas Werembinan Taborat, secara tegas meminta Pemerintah Provinsi Maluku untuk segera menghentikan seluruh aktivitas penangkapan telur ikan terbang di wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Tanimbar. 

Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II dan Dinas Perikanan Provinsi Maluku, Jumat (23/5/2025), menyusul surat resmi Bupati Kepulauan Tanimbar terkait maraknya penangkapan telur ikan terbang tanpa izin yang dilakukan nelayan lokal maupun luar daerah.

Dalam forum tersebut, Wakil Rakyat dari Dapil Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya ini menegaskan bahwa berdasarkan data Dinas Perikanan, hanya terdapat 14 kapal dengan izin resmi yang beroperasi di wilayah itu. Padahal, laporan masyarakat menyebutkan adanya ratusan kapal yang aktif menangkap dan menjual hasilnya di Saumlaki. 

“Kalau yang punya izin hanya 14 kapal, maka semua di luar itu jelas ilegal. Hasil tangkapannya juga ilegal, dan itu diperjualbelikan secara bebas di Saumlaki,” tegasnya.

Ia pun meminta agar seluruh kapal ilegal segera dihentikan operasinya.

“Harus ditangkap atau disuruh pulang. Dan kapal yang berizin harus didata lengkap, lalu disampaikan ke seluruh pemerintah daerah di Maluku agar pengawasan bisa dilakukan menyeluruh,” tambah Andreas.

Menurut Andreas, kondisi di Saumlaki saat ini mencerminkan wajah gelap perikanan Maluku. Ia menyebut Saumlaki sebagai “pusat transaksi hasil laut ilegal”, bahkan mengaitkannya dengan kasus penyelundupan teripang dari Australia yang dijual bebas di kota tersebut. 

“Ini pencurian, dan tidak boleh dibiarkan. Harus ditindak tegas. Kalau ditahan negara, ya ditahan. Jangan sampai hasil curian ini dibiarkan beredar,” tandasnya.

Dalam RDP itu juga terungkap bahwa Dinas Perikanan Provinsi Maluku mengaku kesulitan melakukan pengawasan karena keterbatasan anggaran operasional, khususnya untuk biaya bahan bakar. 

Sanksi bagi pelanggar selama ini hanya berupa teguran tertulis karena belum adanya regulasi daerah yang mengatur sanksi denda secara spesifik. Andreas yang juga ketua Fraksi PDI-P ini menilai, pendekatan ini tidak memadai. 

“Ini bukan soal teguran atau denda. Ini sudah masuk kategori praktek ilegal yang melanggar hukum. Harus diusut tuntas agar ada efek jera,” katanya dengan nada serius.

Ia juga mendorong Komisi II DPRD Maluku segera melakukan kunjungan lapangan (on the spot) ke Saumlaki, untuk memastikan jumlah kapal ilegal dan menghitung potensi kerugian negara. 

“Kalau hanya 14 kapal yang terdata, berarti hanya itu yang bisa dipantau kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah. Ratusan kapal lainnya? Negara dirugikan besar-besaran dan tak ada yang tahu nilainya.”katanya.

Andreas menekankan perlunya regulasi ketat serta koordinasi lintas sektor, termasuk dengan aparat penegak hukum maupun TNI AL, untuk menghentikan praktek eksploitasi sumber daya laut secara ilegal di Tanimbar. 

Ia menyambut baik langkah Bupati Kepulauan Tanimbar yang mengusulkan pembatasan waktu penangkapan telur ikan dua tahun sekali demi menjaga keberlanjutan sumber daya ikan terbang.

“Ini langkah awal yang baik. Dan saya berterima kasih kepada rekan-rekan jurnalis di Saumlaki yang sudah berani mengungkap kenyataan ini ke publik,” tutup Andreas.

Surat Bupati Kepulauan Tanimbar

Komisi II DPRD Provinsi Maluku menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Perikanan Provinsi Maluku untuk membahas surat Bupati Kepulauan Tanimbar, Ricky Jauwerissa dengan nomor surat : 500.5.6/917/2025 tertanggal 25 April 2025. 

Surat tersebut menyoroti persoalan pengendalian dan pengelolaan penangkapan telur ikan terbang yang kian marak di perairan Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Surat yang ditujukan kepada Gubernur Maluku dan ditembuskan kepada Pemerintah Pusat, DPRD Provinsi Maluku, serta sejumlah instansi penegak hukum ini memuat laporan terkait peningkatan aktivitas penangkapan telur ikan terbang oleh nelayan lokal maupun dari luar daerah, khususnya dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Dalam surat tersebut, Bupati menyampaikan kekhawatirannya terhadap keberlanjutan populasi ikan terbang akibat potensi penangkapan berlebih (overfishing).

Untuk itu, ia meminta agar Pemerintah Provinsi Maluku segera menerbitkan regulasi guna mengatur waktu penangkapan secara ketat. Salah satu usulan yang disampaikan adalah agar penangkapan telur ikan terbang yang bersifat musiman hanya diizinkan dilakukan dua tahun sekali.

Selain itu, Bupati menegaskan bahwa kapal perikanan yang tidak memiliki dokumen perizinan sesuai ketentuan perundang-undangan dilarang keras melakukan aktivitas penangkapan telur ikan terbang di wilayah tersebut. 

Ia juga meminta dukungan dari Pangkalan TNI AL IX Maluku dan Polda Maluku untuk membantu menertibkan praktik-praktik penangkapan yang melanggar hukum.

(TT-01)

RELATED POSTS

error: Content is protected !! Call : PT. MediaTifa Tanimbar
Hubungi Kami ?