Berita Kabupaten Kepulauan Tanimbar
Saumlaki, mediatifatanimbar.id-
Sejumlah keluhan dan harapan yang di kemukakan salah satu sosok putra daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Selaku pengusaha hasil hutan Yamdena, (Kayu) Max Rangkoratat disela-sela pertemuannya bersama media ini Kamis, 2/9/2023, menghimbau kepada Pemerintah Daerah Kepulauan Tanimbar, agar lebih fokus dan serius evaluasi regulasi dilapangan terkait dengan hasil hutan.
Menurut Max, selaku pengusaha hasil hutan mengakui adanya sejumlah aturan dan regulasi terkait teknis lapangan yang perlu ditinjau kembali oleh pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Pintahnya.
“Max selaku pengusaha yang tergolong
Versi UMKM usaha menengah dan kecil yang diberikan fasilitas APL (Area Penggunaan Lahan) dari pemerintah daerah kabupaten Kepulauan Tanimbar,
akui bahwa sesuai regulasi teknis lapangan pengusaha punya tanggung jawab membayar pajak artinya sebelum penebangan, pajak sudah dibayarkan dan ada 2 jenis pajak yaitu dalam bentuk dollar yang disebut dengan dana reboisasi dan pajak yang di konversi dalam bentuk rupiah,” terang dia.
Oleh sebab itu, dirinya berharap agar ada asas manfaat yang bisa terwujud, butuh evaluasi regulasi teknis lapangan, butuh monitoring, butuh pengawasan dan jika hal ini dapat diterima oleh pemerintah daerah tentu kedepan Kabupaten yang berjuluk bumi duan lolat ini pasti ada perubahan.
“Kata Max, saya meyakini bahwa, pemerintah pasti mau berbuat yang terbaik kepada masyarakatnya untuk sama-sama melakukan evaluasi terkait regulasi teknis, dan sejumlah hatapan positif ini bisa berjalan dengan baik, dan dari pihak perusahaan pun tetap punya kontribusi yang dirasakan langsung oleh masyarakat Tanimbar.
Max dengan gaya khas kesederhanaannya berbicara apa adanya sesuai yang dialami, akui bahwa masih dibatasi dengan aturan dan regulasi sehingga ketika waktu musim panas, usaha hasil hutan masih bisa bergerak karena yang dimanfaatkan adalah jalan umum untuk masuk ke areal penebangan tetapi ketika waktu musim hujan datang, hasil hutan tidak bisa lagi turun atau keluar dari hutan karena aturan regulasi membatasi untuk tidak boleh menggunakan alat berat melewati hutan produksi.
Dengan demikian sering terjadi kerugian besar ambil misal saja saat ini Max sempat sudah membayar pajak hasil hutan sebanyak 200 kubik hasil hutan, tetapi tidak bisa dikeluarkan dari hutan karena cuaca buruk dan hujan lebat akibatnya menjadi modal mati yang sudah berjalan kurang lebih 1 tahun yang lalu, padahal tanggungjawab pajak dan kontribusi sebagai pengusaha kecil sudah dipenuhi dengan aturan baru yang namanya PPL (Pinjam Pakai Lahan) yang pajaknya dibayarkan ke negara untuk setiap hektarnya sekitar Rp.1.000.000,-an.
Ketika diminta penjelasannya oleh media ini, bagaimana dengan kelestarian hutan, Kata Max, kepada media ini bahwa fakta dilapangan pengrusakan hutan yang paling terparah adalah perkebunan berpindah-pindah lahan, ini yang sama sekali belum pernah disosialisasikan, dikondisikan dan perlu digalakkan di hutan yamdena.
Masyarakat dari waktu ke waktu merambah hutan, menebang hutan dengan peralatan mesin senso kayu, kemudian lahan itu ditinggalkan begitu saja.
“Semua unsur stakeholder yang ada di daerah ini mari duduk satu meja membicarakan hal ini supaya daerah jangan dirugikan” imbuh Max dengan nada prihatin.
Mengakhiri kebersamaannya bersama media ini, Max berpesan kepada pemerintah daerah kabupaten Kepulauan Tanimbar agar serius prioritaskan evaluasi regulasi dan asas manfaat bagi kesejahteraan seluruh masyarakat di Kepulauan Tanimbar. Tutupnya
Reporter : MTT.08
Editor. : Redaksi