Opini Oleh : JEFRY Jempor
Homo homini lupus, bentuk pendek dari Homo homini lupus est, adalah sebuah istilah dalam bahasa Latin yang berarti “Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya”. Istilah tersebut pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM lupus est homo homini). Istilah tersebut juga dapat diterjemahkan sebagai manusia adalah serigalanya manusia yang diinterpretasi berarti manusia sering menikam sesama manusia lainnya. Istilah Latin ini walaupun jarang didengar, namun sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, artinya sudah lebih dari 1500 tahun dan kita masih belum tersadar juga bahwa di zaman modern sekarang ini sangat sulit menjadikan manusia seperti seorang manusia pada umumnya, sepertinya istilah ini masih tetap berlaku sampai sekarang dan manusia saling memakan manusia.
Istilah ini sangat cocok bila dikaitkan dengan situasi di Bumi Duan Lolat (Saumlaki Kep. Tanimbar). Kenapa demikian? Masih segar dalam ingatan kita sampai sekarang di mana terjadi kriminalisasi terhadap para pejabat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, mulai dari pejabat tertinggi di daerah sampai pada pejabat ecek-ecek yang hanya menjadi korban kebijakan big boss yang tidak tau keberadaannya di mana, namun mereka harus menjadi tumbal akibat dari dorongan sakit hati para oknum penguasa dan pengusaha yang terasikiti pada saat big boss berkuasa dan mereka tidak mendapat jatah, namun tetap menuntut utangnya harus dibayar, walupun ada dugaan pekerjaan tersebut inprosedural.
Kepuasan manusia agar melihat orang lain menderita adalah bagian dari sebuah penyakit batin yang tidak bisa diobati. Keadaan ini menjadi sebuah hal yang biasa dan lumrah dalam kehidupan sehari-hari karena keegoisan manusia yang tidak menginginkan orang lain hidup bahagia menikmati kepunyaannya. Hal ini dapat terlihat pada kehausan sebagaian orang yang selalu berusaha mencari kejelekan orang lain untuk menjatuhkan mereka, padahal tanpa sadar mereka juga pernah melakukan hal yang sama yaitu mengambil barang yang bukan menjadi hak mereka, merampas dan menguras orang dengan diskusi-diskusi kecil di warung-warung kopi atau emperan rumah untuk target siapa lagi yang harus diperas dan dikorbankan.
Kepuasan manusia untuk menumbangkan orang lain dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, bahkan oknum pejabat yang ada dalam pusaran pemerintahan pun masuk dalam poros perlawanan untuk menumbangkan penguasa mereka sendiri dengan catatan mereka sendirilah yang akan dimasukan sebagai calon pengusa dalam pemerintahan. Praktek-pratktek seperti ini sudah lazim dalam pemerintahan, seolah-olah membuat diri mereka suci, padahal apabila mereka kentut baunya minta ampun, bermacam-macam aroma seperti bau korupsi, bau kebijakan dan bau perampasan hak orang lain berupa pemotongan uang bawahannya untuk kebijakan. Banyak kasus homo homuni lupus di Indonesia di negara tercinta kita ini pada umumnya seperti yang terjadi pada kasus politik, sosial, ekonomi atau yang lainnya.
Jika saja seseorang atau subejek hukum bereaksi terhadap kejahatan dilatari “motif balas dendam” maka yakin saja pada akhirnya manusia akan punah. Pun, kalau tidak terjadi kepunahan maka selamanya akan terjadi penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah, yang pintar terhadap yang bodoh dan yang berlagak suci terhadap orang berdosa. Inilah kelebihan manusia sebagai mahluk insani, “motif balas dendam” tersebut dikanalisasi sebaagai sebuah ikatan, solusi yang bernama kontrak sosial agar perdamaian selalu terjaga.
Manusia memakan manusia yang lain bisa dikatan sebagai sebuah proyek yang telah melewati beberapa tahapan seperti perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan yang paling terakhir evaluasi. Proses ini bahkan telah mendapat persetujuan dari oknum pejabat, entah pejabat vertical maupun structural, sama seperti kasus SPPD Fiktif BPKAD yang menetapkan 6 orang tersangka katanya dari sumber terpercaya penetapan tersebut telah memperoleh petunjuk dari para pejabat pemerintahan agar mereka yang dikorbankan hanyalah orang-orang kepercayaan mantan Big Boss sedangkan yang turut bekerja sama dalam kejahatan seperti yang membuat harga tiket melambung tinggi, yang memalsukan tanda tangan pejabat, serta yang mencetak tiket dan boording palsu serta staf yang menikmati SPPD Fiktif tidak dimasukan dalam target tersangka, alasan dari APH apabila ditangkap semua maka kantor BPKAD akan kosong. Jadi intinya harus ada yang menjadi tumbal untuk orang lain, apabila dengan model seperti ini, maka orang yang markup tiket, meniru tanda tangan dan yang bertugas mencetak boording palsu di BPKAD bebas dari pidana, dan mereka akan melakukan kejahatan yang sama dan berulang dari tahun ke tahun, apakah mereka tidak bisa dimasukan kedalam tersangka tambahan? Hanya APH yang tau.
Kebanggaan tersendiri telah menjadi bagian dari manusia serigala yang telah tersenyum puas melihat ada 2 (dua) orang lagi yang ditetapkan sebagai tersangka dalam SPPD Fiktif Setda. Bila kita menarik benang merah, maka kata orang ini bagian dari titik terang untuk jalan masuk target Big Boss. Orang tidak berpikir sejumlah alasan pembenar yang harus disampaikan, mereka hanya melihat dan merasa puas jika ada yang dikorbankan, padahal tanpa sadar mereka telah melakukan kejahatan dengan hanya memandang kesalahan orang lain, seolah-olah diri mereka suci.
Dalam Alkitab Rasul Yohanes menulis : “ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi membawa kepada Yesus seorang perempuan yang berbuat zinah, mereka menempatkan wanita itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus, rabi perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah, Musa dalam hukum taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apa pendapatmu tentang hal itu? Kata Yesus kepada mereka, barang siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu”. Kutipan ayat bacaan kitab suci ini memberikan pelajaran bagi kita umat Kristen untuk bercermin pada diri kita sendiri, kalau kita juga manusia berdosa jadi tidaklah elok jika kita menghukum orang lain atas dosa mereka. Yesus sendiri yang berkuasa atas dosa pun tidak menghakimi perempuan yang berbuat zinah apalagi kita hanya manusia. Semoga homo homini lupus ini tidak terjadi lagi, apabila kita menyadari kalau kita juga punya kesalahan. (to be continue…)