Salib Suci Menantimu, Pausku

Oleh : Mgr. Seno Ngutra, Uskup Diosis Amboina

(“Ketika berada di pesawat Ambon – Surabaya kemarin, kucoba bermain jari menulis ini untukmu.”)

Umat Katolik di seluruh dunia menanti dalam hening dan doa: siapa yang akan terpilih menjadi Paus Baru setelah pengunduran diri Bapa Suci sebelumnya? Dua kali asap hitam mengepul dari Kapel Sistina, memperpanjang ketegangan dan rasa ingin tahu. Namun akhirnya, ketika malam mulai larut dan banyak umat telah terlelap, terdengarlah kabar itu: “Habemus Papam!”

Sorak haru dan syukur pun membuncah dari hati jutaan umat. Dunia bersorak, burung-burung seolah ikut menari di udara, dan sebuah nama baru diumumkan—Paus Leo XIV. Seorang Kardinal Agustinian, yang kini dipercaya memimpin Gereja dalam era yang penuh tantangan dan harapan.

Pagi itu, kami di Keuskupan Amboina merayakan Misa syukur atas terpilihnya Paus baru. Bacaan dari Kisah Para Rasul mengisahkan pertobatan Saulus – sebuah momen yang mengingatkan kita bahwa pemilihan seorang pemimpin dalam Gereja bukanlah kehendak manusia, tetapi karya Roh Kudus yang menyentuh hati dan menyiapkan seseorang untuk memanggul salibnya demi nama Kristus.

Refleksi Sejarah : Dari Leo X ke Leo XIV

Sejarah mencatat bahwa pada masa Paus Leo X (1513–1521), Gereja menghadapi pergolakan besar akibat protes Martin Luther, seorang imam Agustinian. Paus Leo X merespons dengan bulla Exsurge Domini, yang menyatakan ajaran Luther sebagai penyimpangan. Peristiwa ini memicu perpecahan besar dalam tubuh Gereja – lahirnya Protestanisme.

Kini, di abad ke-21, seorang imam Agustinian lainnya, Paus Leo XIV, menduduki takhta Santo Petrus. Apakah ini pertanda bahwa dalam rencana ilahi, sang Agustinian yang dahulu dikenal sebagai pemecah, kini diutus untuk merangkul dan menyatukan kembali? Dunia Kristen menanti, penuh harap, akan karya pemersatu dari gembala agung yang baru.

Tantangan Kekristenan di Dunia Modern

Di negara-negara seperti Amerika Serikat, iman kekristenan hidup berdampingan dalam keragaman denominasi. Meski terpecah, benih-benih persatuan perlahan tumbuh. Banyak tokoh Protestan kembali ke pangkuan Gereja Katolik. Nama-nama seperti Scott Hahn dan Thomas Merton menjadi saksi akan karya Roh Kudus yang membukakan hati dan mengundang pulang.

Maka, doa Yesus dalam Yohanes 17:21, “Semoga mereka semua menjadi satu,” menemukan gaungnya kembali di bawah kepemimpinan Paus Leo XIV. Mungkinkah harapan akan kesatuan umat Kristen semakin mendekati kenyataan?

Salib Suci di Hari Ulang Tahun Paus Baru

Paus Leo XIV lahir pada 14 September—hari raya Salib Suci. Sebuah simbol yang sarat makna. Dalam momen itu, saya merenung : “Salib Suci sedang menantimu, Pausku.”_ Dunia kini sedang memikul banyak beban – konflik, krisis lingkungan, kemerosotan moral, dan kebingungan identitas. Namun dalam semua ini, Gereja tetap dipanggil menjadi saksi damai dan kasih.

Ketika Paus Leo XIV mengawali masa kepemimpinannya dengan seruan: “Damai sejahtera bagi kamu!”, dunia pun diundang untuk diam, mendengar, dan kembali pada nilai-nilai Injil.

Penutup : Doa bagi Paus dan Gereja

Kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam tahun-tahun mendatang, tetapi kita percaya bahwa Roh Kudus tetap membimbing Gereja-Nya. Paus Leo XIV telah dipilih bukan karena kehebatan manusianya, tetapi karena ia bersedia taat dan melayani.

Mari kita doakan beliau. Doakan Gereja. Doakan dunia. Semoga dalam persatuan dan pengharapan, kita semua dapat semakin menghayati iman dan kasih Kristiani.

Mari berdoa:

Bapa Kami…

Salam Maria (3x)

Kemuliaan kepada Bapa…

Ditulis di atas pesawat Ambon – Surabaya.