Berita Kabupaten Kepulauan Tanimbar
Saumlaki, mediatifatanimbar.id-
Ketua Aliansi Masyarakat Hukum Adat Nasional Tanimbar (AMAN), Luther Stanley Wahilaitwan, SE yang sementara berada di Surabaya, Jawa Timur dalam rangka menghadiri berbagai agenda kegiatan dan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak Aliansi Masyarakat Hukum Adat Nasional Tanimbar (AMAN) mengungkapkan kepada media ini, via telepon selulernya Rabu, 16/8/2023
Dirinya menyatakan, berupaya memperjuangkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Kepulauan Tanimbar.
Program AMAN ini tetap melawan
konsorsium perusahaan pembalakkan atau perusahaan- perusahaan yang masuk dan merongrong eksistensi keberadaan masyarakat adat dan atau mengusik masyarakat adat, hutan, tanah dan wilayah adat.
Sehingga saat ini AMAN lagi gencar-gencarnya untuk segera melakukan pemetaan wilayah adat Sehingga pemerintah ataupun perusahaan tidak bisa seenaknya mengklaim wilayah hutan dan wilayah masyarakat adat di Tanimbar. Tandasnya.
Adapun sejumlah prosedur yang memetakan wilayah adat yang sudah diterapkan di tempat-tempat lain, seperti Papua, Kalimantan dan Sumatera untuk melindungi keberadaan hak-hak masyarakat adat, hutan wilayah adat dan situs-situs sejarah hak asal usul dari masyarakat adat itu sendiri yaitu AMAN punya regulasi dan struktur jelas, mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah.
Menurutnya, pendanaan juga akan disiapkan untuk memetakan wilayah adat, tinggal pemerintah desa dapat memahami ini, alokasikan ADD untuk masyarakat masuk hutan, tanam patok, pegang GPS, pakai Satelit, sehingga tidak perlu mengemis di perusahaan atau pemerintah daerah untuk anggarkan dana.
Saat ini AMAN lagi gencar melakukan pelatihan-pelatihan terkait dengan pemetaan wilayah adat sehingga mau dari pemerintah atau perusahaan yang masuk wilayah adat, maka sudah diakui keberadaannya, sudah jelas dan sertifikat wilayah adat sudah diterbitkan oleh kementerian tata ruang kehutanan dan wilayah hak masyarakat adat.
Hal ini perlu dipercepat sebelum beroperasinya perusahaan raksasa INPEX sehingga yang punya barganing adalah masyarakat wilayah adat di Tanimbar.
AMAN selalu menghindari konflik antara masyarakat adat dengan masyarakat adat lainnya. Himbauan ketua AMAN, hentikan pertikaian yang berujung naik sidang pengadilan, segera tetapkan perdes tentang pengakuan wilayah adat, siapkan regulasi, satukan persepsi, hentikan pertikaian antara masyarakat adat, satukan barisan, petakan wilayah Tanimbar, bila perlu seluruh Tanimbar Utara sampai Selatan, supaya kedepan masyarakat adat punya hak untuk berbicara, duduk satu meja dengan siapapun tentang pengelolaan wilayah adat baik terhadap perairan, laut dan darat.
Bila konflik antara masyarakat adat dan pemerintah atau dengan perusahaan, Aliansi masyarakat adat siap sebagai garda terdepan melindungi dan membela, tetapi konflik komunal sesama masyarakat adat di Tanimbar, Aliansi tidak terlalu mencampuri, AMAN kembalikan kepada masyarakat adat untuk dimediasi saja.
Sambung Stanley menjelaskan, “Lewat kegiatan ini kita semua ada di Permendagri 53 tahun 2014 tentang percepatan wilayah-wilayah adat dan percepatan pengakuan wilayah adat oleh pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan yang perlu kita kejar adalah permendagri ini, sehingga saya selaku ketua AMAN Tanimbar, di beri waktu paling lambat 2 tahun untuk segera mempercepat pemetaan wilayah adat di Tanimbar dengan tahapannya mulai dari musyawarah kampung sampau usul ke pemerintah desa.”
AMAN siap kawal tahapannya sampai ke pemerintah daerah sampai ke tingkat pusat pemerintahan NKRI, lalu terbitlah sertifikat wilayah adat yang nantinya AMAN melibatkan BRAWA yaitu Badan Registrasi wilayah adat yang akan mengawal sampai sertifikat itu akan terbit atas nama Soa, atas nama desa, atas nama marga, tergantung dari proses pemetaan wilayah ini.
Harapan ketua AMAN sekembalinya nanti, agar semua unsur masyarakat bergabung untuk melihat daerah yang paling krusial yang jadi incaran investor, bisa segera dipetakan dan yang terpenting adalah jangan ada lagi konflik antar desa soal batas-batas wilayah di Tanimbar.
Dijelaskan pula bahwa batas-batas wilayah akan dianggap sebagai ruang kelola bersama yang bisa diatur secara natarkaumpu internal kedua belah pihak seperti hak kelola, hak pakai, hak makan yang dibicarakan bersama sehingga jangan pemerintah menggunakan konflik2 masyarakat adat, sebagai isu, lalu mendatangkan investor dan membuat kesimpulan bahwa karena ini daerah konflik, maka pemerintah daerah atau pemerintah pusat ambil alih.
Mengakhiri pembicaraannya Stanley fokus siapkan tenaga-tenaga pelatihan dan tenaga-tenaga yang akan dilatih untuk memetakan wilayah-wilayah adat dalam waktu dekat ini.
Reporter : (MTT- 08)
Editor. : redaksi