MEMERANGI STUNTING sebuah TANGGUNG JAWAB

March 9, 2023
FB_IMG_1678338242557

Oleh

Zakarias Lamere

(Ketua Ikatan Sarjana Sifnane Omele Tanimbar)

 

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Itulah defenisi stunting menurut WHO. Berdasarkan data statistik nasional, di tahun 2022 presentasi penderita stunting sebanyak 21,6%, Provinsi Maluku sebanyak 26,1% dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebanyak 31,5% atau 595 penderita. Jumlah penderita stunting di atas mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di 20-50 tahun yang akan datang dan sekaligus akan menambah beban pembangunan bila tidak mendapat perhatian serius dari semua unsur.

 

Actus Hominis dan Actus Humanus

Manusia perlu bertindak dan harus bertindak dalam mengatasi problematika kemanusiaan di atas dan tindakan itu harus memenuhi standar normatif etis. Manusia harus bertindak merupakan wujud eksistensi yang memuat nilai-nilai kemanusiaan. Terminologi “harus” di sini mengamanatkan pemenuhan nilai-nilai moral dan etis tertentu. Tanggungjawab mewajibkan tindakan nyata. Maurice Blondel mengatakan bahwa tindakan manusia adalah representasi dirinya yang paling umum. Selaian yang paling umum, tindakan manusia juga merupakan representasi dirinya yang paling lengkap. Dengan tindakannya, manusia menghadirkan dirinya secara memesonakan. Lebih lanjut Blondel menulis, tindakan adalah fakta yang paling menyeluruh sekaligus konstan dalam hidupku. 

Bahwasanya tindakan manusia (actus hominis) dan tindakan manusiawi (actus humanus). Keduanya langsung menunjuk pada ciri-ciri dari realitas perbuatan itu. Actus hominis merupakan tindakan manusia sebagai sebuah gerakan belaka. Dalam tindakan itu manusia berada pada level yang paling rendah, yaitu level vegetatif (level tindakan yang dimiliki oleh semua makhluk hidup yang gerakannya melulu ditentukan oleh desakan natural). Tindakan seperti ini yang tidak memperhatikan dampak sebagai akibat atas perbuatan. Akibat dari perbuatan itu yang seringkali melahirkan masalah seperti tumbuh suburnya penderita stunting, AIDS, TBC, dsb.

Actus Humanus merupakan tindakan manusia yang secara eksistensial sebagai makhluk rasional yang dapat meyakinkan. Actus Humanus merupakan sebuah tindakan praktis yang didahului refleksi. Tindakan yang diawali dengan refleksi merupakan sebagian besar dari capaian aksi yang telah dievaluasi. Tindakan rasionalitas inilah yang menjadikan manusia berpikir kritis terhadap berbagai kemungkinan yang dapat menghambat tindakannya. Berpikir kritis, bertindak kritis dan evaluasi kritis merupakan wujud dari tindakan yang dikehendaki karena prinsip etis dari tindakan manusia merupakan eksekusi dari kehendak bebas dari manusia. 

 

Directly Voluntary dan Indirectly Voluntary

Mengenai eksekusi dari kehendak bebas, Thomas Aquinas membaginya dalam dua macam, yakni directly voluntary (apa yang langsung dikehendaki dari keputusan perbuatan itu) dan indirectly voluntary (apa yang merupakan konsekuensi tindakan tetapi tidak dikehendaki). Oleh karena itu, dalam kasus Stunting, tindakan membiarkan anak tumbuh terbatas tidak boleh dibiarkan. Pembiaran, hanya akan berdampak pada generasi yang terkeblakang atau generasi defisit rasio. Directly voluntary, mengharuskan manusia untuk bertindak cepat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan penuh rasa tanggungjawab. Sedangkan Indirectly voluntary, merupakan sebuah keputusan untuk bertindak adalah orisinil tanggungjawab pelaku, sedangkan akibat dari tindakan itu berada di luar kehendaknya. Misalnya, suami membiarkan istrinya yang sedang hamil mengkonsumsi makanan kurang gizi. Konsekuensinya adalah saat anak lahir, akan mederita stunting. Tindakan membiarkan telah dikehendaki dan akhirnya melahirkan konsekuensi yang berada di luar kehendak suami.

 

Tanggung Jawab

Sebagai langkah strategis yang dicetuskan oleh Vinsen Fenanlampir (Camat Tanimbar Selatan) yang kemudian dijadikan slogan umum di Kabupaten Kepulauan Tanimbar adalah SWERI STUNTING yang baru saja dilaunching pada 14 Februari 2023 lalu. Sweri dalam terminologi bahasa Yamdena mengandung pengertian stop, dilarang, hentikan. Sweri secara etis adalah tindakan tanggungjawab atas sebuah permasalahan untuk meminimlisir munculnya permasalahan lainnya. Secara etis, Pj. Bupati Kepulauan Tanimbar telah menggugah hati setiap orang yang berkesadaran akan sebuah tanggungjawab melalui gerakan Sweri Stunting yang dikonkritkan melalui 3 aksi, yakni 1) gerakan orang tua asuh; 2) gerakan menanam pohon kelor dan; 3) gerakan pembangunan rumah singgah untuk pelayanan stunting dan pelayanan posyandu. Tiga aksi tersebut perlu didasari dengan sebuah kesadaran kuat akan arti penting kehadiran orang lain bagi mereka yang menderita stunting. Gerakan ini perlu merembes ke bawah. Tidak hanya menjadi konsep kaum elit, tetapi harus mengurat akar di benak dan hati setiap warga Tanimbar yang menginginkan tercapainya “Bonum Commune” (kesejahteraan umum).

Emmanuel Levinas merekomendasikan pertimbangan moral ketika manusia berjumpa dengan orang lain, yakni sikap tanggung jawab. Sikap tanggung jawab atas orang lain itulah yang membuat dia sunguh-sungguh bereksistensi sebagai manusia. Bahwa kehadiran orang lain yang sedang menderita stunting di hadapan manusia lainnya harus dibantu, diberikan perhatian dalam bentuk pemberian makanan yang bergizi tinggi, makanan yang memiliki karbohidrat serta perhatian dari para medis dan ahli gizi untuk setiap saat mengontrol perkembangan penderita stunting. Sebagaimana dikutip oleh K. Bertens, saat saya berhadapan dengan wajah orang lain maka keuasaan saya tidak berdaya. Wajah orang laian itu menjadikan saya seorang hamba yang harus bertanggung jawab. Saya bertanggung jawab atas eksistensi, kehidupan dan bahkan semua perilaku orang lain itu. Artinya eksistensi orang lain menurunkan saya dari tahtaku dan mendorong saya menjadi subjek yang harus datang menyelamatkannya dan bertanggung jawab atasnya. Dengan begitu, maka penampakan wajah orang lain mematahkan totalitas. Penampakan wajah mendobrak imanensi ego.

Levinas menunjukkan secara fenomenologis bahwa berhadapan dengan sesama kita langsung menyadari diri dipanggil untuk bertanggung jawab atas keselamatannya. Artinya bahwa, disaat seseorang menghadap saya dan belum saya mengambil sikap terhadapnya, saya sudah dibebani tanggung jawab atasnya (directly voluntary). Tangung jawab etis telah dicetuskan Levinas saat wajah si penderita stunting tampil. Keputusan mengurangi beban penderita stunting tidak lahir dari inisiatifku, melainkan dari kebebasanku sebagai manusia yang otonom. Otonom karena tidak diperintahkan oleh oleh sebuah otoritas atau ingin dipuji melainkan tanggung jawab terhadap wajah yang menderita.

Semangat tanggung jawab manusiawi sebagai Imago Dei, mestinya menjadi semangat bersama yang didahului oleh sikap sadar diri akan beban yang dihadapi oleh orang lain. Sikap sadar diri melahirkan kuatnya tanggung jawab untuk membantu pihak lain atau wajah lain yang sedang membutuhkan bantuan/perhatian. Membantu penderita stunting adalah sebuah penebusan menuju keselamatan. Keselamatan yang saya maksudkan di sini adalah bebasnya penderita stunting dari beban hidup di kemudian hari. Semoga di masa pra paska ini, saya dan anda memiliki tanggung jawab untuk meringankan beban hidup kaum miskin, penderita stunting dll sebagai wujud konkrit kehadiran kita untuk yang lain. Tangung jawab, sesunggunhnya merupakan jawaban terhadap perintah nurani bagi manusia yang memiliki akal budi guna melakukan perbuatan nyata. Tanggung jawab juga adalah disposisi batin yang turut merasakan penderitaan orang lain. Bahwa penderitaan orang lain juga merupakan deritaku demi keselamatan mereka. Levinas berusaha untuk mendudukan argumentasinya yang lain dari metode Descartes, cogito ergo sum (aku berpikir, maka aku ada) dengan sebuah pernyataan etis, yakni respondeo ergo sum (aku bertanggung jawab, maka aku ada). Itulah eksistensi dari manusia.

RELATED POSTS

error: Content is protected !! Call : PT. MediaTifa Tanimbar
Hubungi Kami ?