Tajuk Redaksi : Pemberhentian Kepala Desa Teinaman, Darurat Tata Kelola Pemerintahan

April 28, 2025
IMG-20250428-WA0051

Saumlaki, mediatifatanimbar.id – Gelombang kegelisahan tengah menyapu Desa Teinaman, Kecamatan Wuarlabobar, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Pemberhentian sementara Kepala Desa Teinaman, Boni Kelmaskosu, oleh Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar, tidak hanya menjadi drama administratif biasa. Ia telah berkembang menjadi cermin buram praktik pemerintahan lokal yang rentan terhadap kesewenang-wenangan.

Kasus ini, kini menyeruak menjadi perhatian publik. Bukan hanya karena jabatan yang dipertaruhkan, tetapi lebih dalam lagi, karena dugaan kejanggalan prosedural yang terungkap dari suara keberatan sang kepala desa.

Melalui sebuah surat resmi yang ditujukan kepada Bupati Kepulauan Tanimbar, Boni Kelmaskosu mengajukan permohonan klarifikasi sekaligus permohonan pengaktifan kembali. Dalam surat itu, Boni menyoroti kejanggalan serius dalam proses pemberhentiannya, antara lain:

Tidak adanya pemberitahuan resmi atau pemeriksaan sesuai ketentuan sebelum keputusan pemberhentian diambil.

Ketiadaan dasar hukum atau bukti pelanggaran berat yang bisa dijadikan alasan pemberhentian sementara.

Ketidaksesuaian prosedur administratif dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait pemerintahan desa.

Di saat yang sama, ratusan warga yang mengatasnamakan diri sebagai Warga Masyarakat Teinaman juga mengajukan pernyataan sikap kepada Bupati. Dalam dokumen yang diterima Redaksi Tifa Tanimbar, warga menyatakan:

“Kami menilai pemberhentian sementara Kepala Desa Teinaman tidak mencerminkan asas keadilan, transparansi, dan menghormati aspirasi masyarakat. Kami meminta Bupati segera mengaktifkan kembali Boni Kelmaskosu sebagai Kepala Desa Teinaman.”

“Kami percaya, selama masa kepemimpinan Boni, pembangunan desa berjalan baik dan masyarakat merasa dilayani.”

Pernyataan ini menunjukkan bahwa bukan hanya Boni yang merasa dirugikan, melainkan komunitas masyarakat yang merasakan dampaknya secara langsung.

Di tengah era pemerintahan yang katanya demokratis dan partisipatif, suara rakyat ini seharusnya menjadi panglima, bukan justru diabaikan.

Dari aspek sosial, tindakan pemberhentian tanpa dasar kuat memperlebar jurang ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah daerah. Dari aspek moral, ini merupakan bentuk pelecehan terhadap hak-hak individu dan martabat kolektif masyarakat.

Dari aspek hukum, dugaan pelanggaran administrasi menunjukkan rendahnya komitmen terhadap prinsip due process of law yang seharusnya menjadi jiwa setiap tindakan pemerintahan.

Peristiwa ini menampar wajah birokrasi di daerah kita. Di tengah tuntutan publik terhadap transparansi, akuntabilitas, dan penghormatan pada hukum administrasi, justru muncul praktik yang diduga bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut. Seolah mekanisme pemerintahan bisa diperlakukan sesuka hati, mengabaikan hak-hak dasar seorang pejabat publik dan suara masyarakat yang diwakilinya.

Tifa Tanimbar memandang, masalah ini bukan lagi sekedar soal jabatan Kepala Desa Teinaman. Ini tentang keberanian untuk menghormati aturan, mengutamakan etika kekuasaan, dan menjaga kepercayaan rakyat.

Rakyat adalah jantung dari pemerintahan. Suara rakyat Teinaman yang kini menggema harus didengar, bukan dibungkam.

Jika prinsip keadilan, kebenaran, dan penghormatan hukum terus diabaikan, maka yang sedang dibangun bukan pemerintahan yang bermartabat, melainkan kekuasaan yang kehilangan legitimasi moral.

Bupati Kepulauan Tanimbar wajib membuka fakta-fakta pemberhentian ini secara transparan kepada publik, memberikan ruang pembelaan bagi Boni Kelmaskosu, dan, jika terbukti administrasi pemberhentian tersebut cacat hukum, segera memulihkan jabatannya.

Kekuasaan sejati terletak pada kemauan untuk melayani dan menghormati suara rakyat. Jika suara rakyat terus diabaikan, maka wibawa pemerintahan hanyalah bangunan rapuh yang menunggu runtuh.

Salam Kidabela – Keselibur

Redaksi Tifa Tanimbar.

RELATED POSTS

error: Content is protected !! Call : PT. MediaTifa Tanimbar
Hubungi Kami ?