Kearifan Lokal Budaya Nakruan (Smwangat), Tradisi Masyarakat Adat Tanimbar

August 24, 2023
IMG-20230824-WA0066

Berita Kabupaten Kepulauan Tanimbar

Saumlaki, mediatifatanimbar.id-
Aristoteles,sang filsuf Yunani Kuno (384 SM-322 SM) menegaskan forma dan materi (tubuh dan jiwa) sebagai substansi dari eksistensi manusia. Sebelumnya, plato (427 SM-347 SM) menganggap jiwa sebagai inkoporeal tidak berwujud fisik dan merupakan aspek abadi dari keberadaan seseorang.

Mentari sore, baru saja tenggelam di ufuk Barat Tanjung Lakateru yang terletak di sebelah selatan Desa Olilit Barat Rabu, 23/08/2023 pukul 18.15 wit

Awak media ini diundang langsung oleh Martin Ivakdalam yang adalah putra Desa Olilit sekaligus pemerhati Budaya Tanimbar untuk meliput kegiatan Nakndruan atau Smwangat atas salah satu warga desa tersebut yang telah seminggu lebih terbaring sakit dan sudah ditangani para medis RS.Magreti Saumlaki dilanjutkan lagi dengan pengobatan tradisional di Desa Sifnana saat ini.

Ketika ditanyai awak media ini perihal arti dari tradisi dimaksud, sang pemilik petuanan Lakateru itu mengatakan bahwa tradisi Nakndruan Smwangat adalah sebuah praktek memanggil Jiwa atau Roh seseorang yang sedang menderita sakit tertentu agar kembali bersatu dengan raganya.” Ini tradisi Leluhur Tanimbar yang diyakini dan telah terbukti ampuh sekian generasi lamanya sampai saat ini.”

Lanjut Ivakdalam, orang ini hanya tergelincir dan jatuh biasa saja saat bekerja di (Lakateru, red). Namun, setelah itu dirinya tidak bisa berjalan lagi dan hanya terbaring ditempat tidur saja. Jadi, saya sudah sajikan daun sirih, buah pinang, tembakau, dan sopi atau tuak kepada leluhur saya agar mereka boleh melepaskan jiwa orang tersebut sehingga dia segera sembuh dari sakitnya.

Ivakdalam menambahkan bahwa tradisi ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang dipercayakan pihak keluarga yang sakit atas pertimbangan tertentu seperti seorang tokoh adat atau bahkan lebih tepat lagi bila ritual itu dilaksanakan langsung oleh pemilik petuanan atau hak ulayat pada tempat dimana kejadian sial telah dialami seseorang.

Lanjut dia, Roh atau Jiwa si sakit yang dipanggil itu kemudian dipindahkan kedalam sebuah biji kemiri (sebagai medium fisik yang kelihatan ) dan bagi yang dipercayakan sebagai pengatur wajib melindungi jiwa yang diyakini telah bersemayam dalam biji kemiri tersebut dalam balutan kain tenun Tanimbar atau Taismatan sampai tiba di rumah tempat si sakit berada. Tambah ivakdalam, dirinya sudah beberapa kali melakukan hal tersebut dan orang-orang yang sakit itu sembuh, tuturnya

Jebolan institut Pastoral Indonesia Malang Jawa Timur yang juga menekuni Ilmu Hukum di Universitas Lelemuku Saumlaki ini mengakhiri wawancara kami dengan menitipkan pesan bagi generasi muda Tanimbar untuk terus menjaga dan melestarikan tradisi ini sebagai sebuah kearifan lokal, kekayaan adat, dan produk asli budaya kita. Siapa lagi kalau bukan katong sendiri yang jaga dan pelihara kekayaan leluhur di Bumi Duan Lolat tercinta ini, tutupnya.

Penulis : MTT.04

Editor.  : Redaksi 

RELATED POSTS

error: Content is protected !! Call : PT. MediaTifa Tanimbar
Hubungi Kami ?